A. HADITS
حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى
الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ
الْإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ قَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ
اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ (رواه أبو داود)[1]
Artinya :
Menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi dari Malik dari Abi Zinad dari Al–A’raj dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw bersabda
: “Setiap bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah
yang menjadikannya Yahudi, Nasroni sebagaimana unta yang melahirkan dari
unta yang sempurna, apakah kamu melihat dari yang cacat?”. Para Sahabat
bertanya: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapat tuan mengenai orang yang
mati masih kecil?” Nabi menjawab: “Allah lah yang lebih tahu tentang
apa yang ia kerjakan”. (H.R. Abu Dawud)
B. POHON SANAD
النبي صلى الله عليه والسلم
|
أبو هريرة رضى الله عنه
|
الأ عرج
|
أبو الزناد
|
مالك
|
القعنبي
|
أبو داود
|
C. BIOGRAFI PEROWI
A. Abu Hurairah
|
|
Nama
|
: Abdurrohman bin Sachrodalah
|
julukan
|
: Abu Hurairah
|
Wafat
|
: Tahun 57 H
|
Kwalitas
|
: - Dari kalangan shahabat
|
Guru
|
: - Nabi Muhammad saw
- Al-katsir At-tiibi
- Abu Bakar
- Umar
- Abi bin Ka’bah
|
Murid
|
: - Ibn Muharror
- Ibn Abbas
- Ibn Umar
- Annas
- Al-a’raj[2]
|
B. Al-A’raj
|
|
Nama
|
: Al-A’raj
|
Nama Lengkap
|
: Abdurrahman bin Hurmus Al-A’raj
|
Wafat
|
: Tahun 117 H
|
Kwalitas
|
: Said berkata : kana tsiqotun, katsirul hadist
: Abu zar’ah ibn khiros berkata : tsiqoh
: Almakhali madani tabir berkata :, tsiqoh
|
Guru
|
: - Abu Hurairah
- Abi Sa’id
- Abdullah bin Malik bin Buhainah
- Ibn Abbas
- Muhammad bin Maslamah al-Anshori
|
Murid
|
: - Zaed ibn Aslam
- Shaleh ibn Kisan
- Zuhri
- Abu Dzubair
- Abu Zinad Abdullah ibn Dakwan[3]
|
|
|
C. Abu Zinad
|
|
Nama
|
: Abu Zinad
|
Nama Lengkap
|
: Abdullah bin Dakwan al-Qurasyi “ Abi Abdurrahman al-Madani al-Ma’rufi bin Abi Zinad”
|
Julukan
Wafat
|
: Abu Zinad
: Tahun 13 H
|
Kwalitas
|
: Abdullah bin ahmad ‘an abihi berkata : tsiqoh
: Abi maryam ‘An abi ma’in berkata : tsiqoh
:Ajali, madani tabi’I tsiqoh
|
Guru
|
: - Annas
- Aisyah binti Sa’ad
- Sa’id bin Musab
- Abi Salamah bin Abdurrahman
- al-A’raj
|
Murid
|
: - Ibn Abdurrahman
- Abu Qashim
- Shaleh bin Kisan
- Malik
- al-A’masy[4]
|
D. Malik
|
|
Nama
|
: Malik
|
Nama Lengkap
|
: Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir
|
Julukan
Wafat
|
: Abu Abdillah
:Tahun 179 H.
|
Kwalitas
|
: ‘Ali ‘an basyari umar zuhroni berkata: kana, tsiqoh
|
Guru
|
: - Amir bin Abdillah bin Zubair bin Adam
- Nu’aim bin Abdillah
- Zaid bin Aslam
- Nafi’ bin Amr
- Abu Zinad
|
Murid
|
: - Zuhri
- Yahya ibn Sa’id
- Abdullah bin Raja’
- Al-Qa’nabi
- Ismail bin Abi Uwais[5]
|
E. Al-Qa’nabi
|
|
Nama
|
: Al-Qa’nabi
|
Nama Lengkap
|
: Abdullah bin Maslamah bin Qa’nabi
|
Julukan
Wafat
|
: Abu Abdirrahman
: Tahun 221 H
|
Kwalitas
|
: ‘Ajali, basyir berkata: tsiqoh
: Abu hatim berkata: tsiqoh hajatun
|
Guru
|
: - Maslamah
- Aflah bin Hamid
- Malik
- Salamah bin Wirdan
|
Murid
|
: - Al-Harb
- Muslim
- Abu Dawud
- Tirmidzi
- Nasai[6]
|
D. GHORIB AL-HADITS
E. KANDUNGAN HADITS
Setiap anak dilahirkan atas fitrohnya yaitu suci tanpa dosa, dan apabila anak tersebut menjadi yahudi atau nasrani, dapat dipastikan
itu adalah dari orang tuanya. Orang tua harus mengenalkan anaknya
tentang sesuatu hal yang baik yang harus dikerjakan dan mana yang buruk
yang harus ditinggalkan. Sehingga anak itu bisa tumbuh berkembang dalam
pedndidikan yang baik dan benar.
Dalam
proses pendidikkan anak ini, adakalanya orang tua bersikap keras dalam
mendidik anak. Contohnya, pada umur tujuh tahun orang tua mengingatkan
anaknya untuk melakukan sholat dan pada saat umur sepuluh tahun, orang
tua boleh memukulnya ketika sianak tersebut tidak mengerjakan sholat.
Ketika
anak tersebut oleh orang tuanya dijadikan seorang muslim maka anak
tersebut harus menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang
muslim. Salah satunya adalah berbakti kepada kedua orang tuanya seperti
firman Allah SWT.
“dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya”. (Q.S Al-ankabuut).
Alangkah
tepat andai firman Allah tersebut kita baca berulang-ulang dan kita
renungkan dalam-dalam. Sehingga Allah berkenan mengaruniakan cahaya
hidayahnya kepada kita, mengaruniakan kesanggupan untuk mengoreksi diri
dan mengaruniakan kesadaran untuk bertanya: “Telah seberapa besarkah
kita memuliakan ibu bapak?”. Boleh jadi kita sekarang mulai mengabaikan
orang tua kita. Bisa saja saat ini mereka tengah memeras keringat
banting tulang mencari uang agar studi kita sukses. Sementara kita
sendiri mulai malas belajar dan tidak pernah menyesal ketika mendapatkan
nilai yang pas-pasan. Bahkan, dalam shalat lima waktunya atau
tahajudnya mereka tak pernah lupa menyisipkan doa bagi kebaikan kita
anak-anaknya.
Tetapi,
berapa kalikah dalam sehari semalam kita mendoakannya? Shalat saja kita
sering telat dan tidak khusyuk Rasulullah SAW menempatkan ibu “tiga
tingkat” di atas bapak dalam hal bakti kita pada keduanya. Betapa tidak,
sekiranya saja kita menghitung penderitaan dan pengorbanan mereka untuk
kita, sungguh tidak akan terhitung dan tertanggungkan. Orang bijak mengatakan,
“Walau kulit kita dikupas hingga telepas dari tubuh tidak akan pernah
bisa menandingi pengorbanan mereka kepada kita.”
Jadi
orang tua itu berperan penuh dalam proses mendidik anaknya, apabila
anak itu sampai tidak mengenal agama (mengenal Allah) maka itu merupakan
kelalaian orang tua.
F. HUBUNGAN DENGAN AYAT AL-QUR’AN
Hadits tentang pendidikan keluarga di atas berhubungan dengan ayat Al-Qur’an surat Al-Ahqaf 15-16 yang Artinya :
15.
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat
puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku
dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk
orang-orang yang berserah diri”.
16. Mereka
Itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang
Telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka,
bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang Telah
dijanjikan kepada mereka. ( Q.S. Al-Ahqaf 15-16 ).
Dalam
ayat di atas di terangkan perintah Allah pada manusia agar berbuat baik
kepada kedua orang tuanya yang telah membesarkan dan memeliharanya
dengan susah payah, anak yang baik adalah di samping dia beribadah
kepada allah ia juga selalu berbakti dan berdoa kepada
Allah agar kedua orang tuanya itu selalu mendapat rahmat dan
karunia-Nya. Anak yang demikian itu termasuk calon penghuni surga nanti. [8]
Allah
mengingatkan kepada kita, bahwa kesusahan ibu dalam mengandung dan
kesusahan ibu dalam melahirkan! Kita semua melihat sendiri kesusahan
itu. Seorang ibu menderita karena mengandung. karena melahirkan. Namun
kesusah payahan menambah erat cintanya. Bahkan bukan sedikit seorang ibu
yang subur. Melahirkan tahun ini, menyusukan tahun depan. Melahirkan
tahun yang satu lagi dan menyusukan pula sesudah itu. Sehingga tahun ini
beranak tahun depan menyusukan. Kian lama anak kian banyak. Namun badan
kian lama kian lemah dan kasih sayang kepada anak tidak berkurang.
Karena memiliki anak adalah dambaan dari bapak maupun ibu.[9]
Di
riwayatkan bahwa ayat ini di turunkan berhubungan dengan Abu Bakar
Ash-Shiddiq, beliau termasuk orang yang beruntung karena beliau sendiri
termasuk sahabat Nabi yang paling dekat, putri beliau isteri Rasulullah,
kedua orang orang tuanya yaitu Abu Quhafah Ummul Khoir binti Saqar bin
Amir te1ah masuk islam, demikian pula anak beliau yang lain dan
saudara–saudaranya , beliau bertaubat bersyukur dan berdoa kepada Allah
SWT karena memperoleh nikmat yang tiada tara.[10]
Allah
memerintahkan agar semua manusia berbuat Ihsan kepada kedua orang
tuanya, baik waktu hidup maupun setelah meninggal dunia nanti, berbut
ihsan adalah melakukan perbuatan yang baik sesuai yang di perintahkan
agama, berbuat ihsan pada orang tua adalah menghormati, memelihara, dan
memberi nafkah kepedanya apabila dia sudah tidak punya penghasilan lagi,
sedangkan berbuat ihsan kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal
dunia ialah selalu mendoakannya kepada Allah agar diampuni segala
dosanya. Berbuat ihsan pada orang tua termasuk amal yang tinggi nilainya
di sisi Allah, sedangkan durhaka padanya termasuk perbuatan dosa besar.[11]
Anak
merupakan sambungan hidup bagi kedua orang tuanya, cita-cita atau
perbuatan yang tidak dapat dilakukan semasa hidupnya, diharapkan anaknya
nanti yang melanjutkannya sekalipun ia telah meninggal dunia, karena
itu anak juga merupakan harapan orang tuanya, bukan saja harapan sewaktu
dia hidup tetapi juga harapan setelah ia meninggal dunia. Dalam hadist
nabi saw diterangkan bahwa diantara amal yang tidak akan terputus-putus
pahalanya diterima oleh manusia sekalipun yang telah meninggal dunia
nanti ialah amal ibadah, dan do’a dari anak-anaknya yang sholeh yang
selalu membutuhkannya.[12]
Setiap
orang mukmin di perintahkan untuk berbakti kepeda kedua orang tuanya
dan mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepadanya maupun kepada ibu
bapaknya dan agar ia senantiasa melakukan amal shaleh dan menshalehkan
anak cucunya.[13]
G. HUBUNGAN DENGAN HADITS LAIN
Hadits tentang pendidikan keluarga di atas berhubungan dengan hadist yang termaktub dalam kitab hadits Imam Bukhori, yaitu :
قَالَ
عبد اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي
الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا
فَجَاهِدْ. (رواه البخاري).[14]
Artinya : Dari
Abdullah Bin amr r.a. berkata : seorang dating kepada nabi saw. Minta
izin untuk berjihad. Maka ditanya oleh nabi saw.: apakah ayah ibumu
masih hidup? Jawabnya: ya. Sabda nabi saw. : didalam melayani keduanya
itulah kamu berjihad. (H.R. Bukhori)
H. HUBUNGAN DENGAN REALITAS SOSIAL
Hubungan hadist tentang pendidikan keluarga dengan realita sosial seperti contoh berikut:
- Ibu mengandung anak dalam keadaan penuh cobaan dan penderitaan, semua dirasakan kandungan itu agak ringan, sekalipun telah mulai timbul perubahan dalam dirinya, sepeti makan tidak enak, perasan gelisah dan sebagainya, sermakin lama kandugan itu, semakin basar pula cobaan yang dikandung ibu sampai saat ia melahirkan, hampir cobaan itu tidak tertangguhkan lagi, serasa akan terputus nyawa yang dikandung badan.
- Setelah anak lahir ibu memelihara dan meyusuinya masa mengandung dan menyusui itu 30 bulan, ayat Al-Qur’an menerangkan bahwa masa menyusui yang paling sempurna 2 tahun.
- Ibulah yang paling banyak berhubungan dengan anak dalam memelihara dan mendidiknya sampai anaknya sanggup berdiri sendiri, sejak dari memandikan, membersihkan pakaian, dan menyiapkan makanan.
I. KISAH LUMQAN HAKIM DALAM MENDIDIK ANAKNYA.
Luqman
Hakim adalah seorang tukang kayu berkulit hitam, dia adalah penduduk
Mesir yang hidupnya sederhana. Allah telah memberinya hikmah dengan
menganugerahkan kenabian kepadanyaÈ.[15]
. spyJõ3Ïtø:ا (Al-Hilmah)
artinya kebijaksanaan dan kecerdikan, dan banyak perkataan bijak dari
Luqman antara lain perkataan kepada anak lelakinya, yaitu:[16]
Pertama,
”Hai anakku, sesungguhnya dunia itu adalah laut yang dalam, dan
sesungguhnya banyak manusia yang tenggelam ke dalamnya. Maka jadikanlah
perahumu didunia bertakwa kepada Allah. Barang kali saja kamu dapat
selamat, tapi aku yakin kamu dapat selamat”.
Kedua,
Dan perkataan luqman yang lain, “ Barang siapa yang menasihatinya
dirinya sendiri, niscaya ia akan mendapat pemeliharaan dari Allah. Dan
barang siapa yang dapat menyadarkan orang-orang lainakan dirinya
sendiri, niscaya Allah akan menambahkan kemuliaan baginya karena hal
tersebut. Hina dalam rangka taat kepada Allah lebih baik dari pada
membanggakan diri pada kemaksiatan.
Ketiga,
Dan perkataannya yang lain, yaitu, “Hai anakku, janganlah engkau
bersikap manis, karena engkau pasti ditelan, dan jangan engkau bersikap
terlalu pahit karena engkau pasti akan dimuntahkan.
Keempat,
Dan perkataannya lagi, yaitu, “Hai anakku, jika kamu hendak menjadikan
seseorang menjadi teman (saudaramu), maka buatlah dia marah kepadamu
terlebih dahulu, maka apabila ia bersikap pemaaf terhadap dirimu ia
tidak marah, maka persaudarakannlah ia, dan apabila ia tidak mau
memaafkanmu maka hati-hatilah terhadap dirinya.
Dalam Alqur’an Surat Luqman ayat 13-19, Luqman Hakim juga menasehati anaknya, yaitu:[17]
1. Janganlah kamu menyekutukan Allah, karena menyekutukan Allah adalah dosa yang besar.
13. Dan (ingatlah)
ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”.
2. Berbuat
baiklah kepada ibu dan bapak, karena ibu telah mengandungmu dalam
keadaan yang lemah dan semakin lemah, dan menyusuimu dalam waktu yang
cukup lama.
14.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
[1180] Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
3. Dan
jika kedua orang tuamu memaksamu untuk mempersekutukan Allah, maka
jangan kamu turuti. Dan ajaklah mereka kembali kejalan yang benar.
15. Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang
yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
4. Sekecil apapun perbuatan amal yang telah kamu lakukan, maka Allah akan membalasnya.
16. (Luqman
berkata): “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah
Maha Halus[1181] lagi Maha mengetahui.
[1181] Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya.
5. Dirikanlah Shalat, kerjakanlah yang baik, hindari dan cegahlah perbuatan yang munkar dan bersabarlah atas ujian yang menimpamu.
17. Hai anakku,
dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal
yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah
kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
7. ketika
kamu berjalan, janganlah terlampau cepat dan jangan pula terlalu
lambat, dan janganlah kamu berbicaradengan suara yang keras
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
J. KEWAJIBAN ORANG TUA TERHADAP ANAK.
Bukan
saja sang anak, orang tua pun mempunyai kewajiban terhadap anak yang
harus ditunaikan. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah sebuah
wujud aktualitas hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh orang tua.
Kewajiban orang tua tersebut adalah sebagai berikut: [18]
1) Anak mempunyai hak untuk hidup.
2) Menyusui.
3) Memberi Nama yang Baik.
4) Mengaqiqahkan Anak.
5) Mendidik anak.
6) Memberi makan dan keperluan lainnya.
7) Memberi rizqi yang ‘thayyib’.
8) Mendidik anak tentang agama.
9) Mendidik anak untuk sholat.
10) Menyediakan tempat tidur terpisah antara laki laki dan perempuan.
11) Mendidik anak tentang adab yang baik.
|
12) Memberi pengajaran dengan pelajaran yang baik;
13) Memberi pengajaran Al Quraan.
14) Memberikan pendidikan dan pengajaran baca tulis .
15) Memberikan perawatan dan pendidikan kesehatan.
16) Memberikan pengajaran ketrampilan.
17) Memberikan kepada anak tempat yang baik dalam hati orang tua.
18) Memberi kasih sayang.
19) Menikahkannya.
20) Mengarahkan anak.
|
K. KISAH KASIH SAYANG ORANG TUA KEPADA KITA.
Kasih Sayang Orang Tua kepada kita sebagai mana Kisah Pohon Apel dan Seorang Anak Laki – Laki sebagai berikut: [19]
Ada seorang anak kecil
laki-laki yang setiap harinya bermain dengan pohon apel. Waktu terus
berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi
bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu hari ia
mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,“ pinta pohon apel itu.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi, “ jawab anak lelaki itu.
“Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.“
Pohon
apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau boleh
mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang
untuk membeli mainan kegemaranmu.
Anak
lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di
pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki
tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.
Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.
“Ayo bermain-main denganku lagi,“ kata pohon apel.
“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu.
“Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?“
“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,“ kata pohon apel.
Kemudian
anak lelaki itu menebang semua daan dan ranting pohon apel itu dan
pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak
lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon
apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.
“Ayo bermain-main lagi deganku,“ kata pohon apel.
“Aku sedih,” kata anak lelaki itu.
“Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?“
“Duh, maaf aku tak
punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya
untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan
bersenang-senanglah.“
Kemudian,
anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang
diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui
pohon apel itu. Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah
bertahun-tahun kemudian.
“Maaf anakku,” kata pohon apel itu.
“Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.“
“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,“ jawab anak lelaki itu.
“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,“ kata pohon apel.
“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,“ jawab anak lelaki itu.
“Aku benar-benar tak
memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa
hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,“ kata pohon apel
itu sambil menitikkan air mata.
“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,“ kata anak lelaki.
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.“
“Oooh,
bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik
untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan
akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.“ Anak lelaki itu
berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan
tersenyum sambil meneteskan air matanya.
Ini
adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita.
Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang
ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.
Tak
peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan
apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin
berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon
itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.
KESIMPULAN
Anak
yang terlahir kedunia atas kehendak Alloh, dan Alloh juga menjadikan
agama anak tersebut atas fitrohnya (islam). Adapun pendidikan anak
tersebut diserahkan pada orang tua, karena anak itu merupakan titipan
Alloh yang harus kita bimbing supaya selamat dunia akherat.
Dan
kita sebagai anak seyogyanya harus berbakti kepada orang tua. Karena
berbakti kepada orang tua adalah sesuai dengan Firman Alloh:
dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. (Q.S Al-ankabuut).
Dan
perintah berbakti pada orangtua itu tidak hanya ketika mereka masih
hidup saja, tetapi ketika orang tua sudah meninggal kita harus
mendoakannya. Itu juga merupakan wujud bakti kita kepada orang tua.
Daftar pustaka
Abi Toyyib Muhammad Samsul Haqq al-Adzim Abadi ‘Aunu al- Ma’bud (Beirut : Dar al-Fikri, 1399H / 1979M)
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang:PT. Karya Toha Putra, 1992).
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra1987).
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il al- Bukhori dalam Sahihnya, Kitabu Al-Jihad bab Al-jihad bi idnil abawaini (Beirut:Dar al- Fikri, 1415 H./1995 M.).
Abu Dawud Sulaiman bin Ats-Ats as-Sajastani dalam Sunannya Kitab As-Sunnah bab fi Diroril Musyrikin (Beirut:Darul Fikri, 1414 H.)
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas 1982).
http://lantabur.tv, kamis-16 desember 2010( jam 10:30)
http://uripsantoso.wordpress.com kamis-16 desember 2010( jam 10:30)
Shihab Ad-Din Ahmad bin Ali bin Hajar Astqalani, Tahdzibu al- Tahdzib, (Beirut: Darul Fiqri, cetakan ke satu, 1995 M.)
Tim editor, Al Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, 1990.
[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud Sulaiman bin Ats-Ats as-Sajastani dalam Sunannya Kitab As-Sunnah bab fi Diroril Musyrikin (Beirut:Darul Fikri, 1414 H.) jilid 4, hal. 240.
[2] Shihab Ad-Din Ahmad bin Ali bin Hajar Astqalani, Tahdzibu al- Tahdzib, (Beirut: Darul Fiqri, cetakan ke satu, 1995 M.), juz 10 hlm. 294-295.
[3] Ibid. juz 5. hlm. 192-193.
[4] Ibid. juz 4, hlm. 287-289.
[5] Ibid. juz 8, hlm. 6-10.
[6] ibid. juz 4, hlm. 490.
[7] Abi Toyyib Muhammad Samsul Haqq al-Adzim Abadi ‘Aunu al- Ma’bud (Beirut : Dar al-Fikri, 1399H / 1979M) juz 12 hal. 487-489
[8] Tim editor, Al Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, 1990, hlm. 279-287.
[9] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas 1982), Jus26, hlm 25.
[10] Tim editor, Al Qur’an dan Tafsirnya jilid 9, 1990, hlm. 279.
[11] Ibid, . 279.
[12] Ibid, 287.
[13] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang: PT. Karya Toha Putra1987), Jus26, hlm32.
[14] Diriwayatkan Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il al- Bukhori dalam Sahihnya, Kitabu Al-Jihad bab Al-jihad bi idnil abawaini (Beirut:Dar al- Fikri, 1415 H./1995 M.) jilid 2, hal. 199.
[15]Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi (Semarang:PT. Karya Toha Putra, 1992)juz 21, hlm145.
[16] Ibid, 145-146
[17] Ibid, 147
[18] http://uripsantoso.wordpress.com kamis-16 desember 2010( jam 10:30)
[19] http://lantabur.tv, kamis-16 desember 2010( jam 10:30)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar