CEMBURU.
¨ Pengertian Cemburu
Cemburu
menurut Qadhi Iyadh adalah perubahan hati yang diikuti munculnya kemarahan
karena ada campur tangan dalam satu hal yang menjadikan hak mutlak.
ª
Kecemburuan Allah (Ghiratullah)
Akhirnya
bila terdengar oleh kita bahwa Allah cemburu, maka ada dua pilihan bagi kita :
Diam tidak berkomentar dengan meyakini bahwa Allah Maha Suci dari segala sifat
yang buruk (Shifatul Haditsat), atau Ucapkan bahwa yang dimaksudkan dengan
cemburunya Allah adalah melarang dan melindungi yang menjadi akibat dari
cemburu. Artinya mencegah dari keburukan dan mengharamkan serta melarang
kejelekan.
“Tak
ada sesuatu yang lebih cemburu dari pada Allah” (HR.Muslim)
“Mukmin
sejati adalah mereka yang cemburu, sedang Allah lebih besar kecemburuan-Nya”
(HR.Muslim)
ª
Pembagian Cemburu Yang Dimiliki Makhluk
Cemburu
sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW terbagi menjadi 2, yaitu
Cemburu yang terpuji (Ghairah Mahmudah) dan Cemburu yang tercela (Ghairah
Madzmumah). Ada juga cemburu yang timbul dari naluri. Adapun cemburu yang
terpuji adalah cemburu yang beralasan (Fi Riibah), sedang cemburu yang tercela
adalah cemburu tanpa alasan (Fi Ghairi Riibah). Cemburu yang beralasan di
cintai oleh Allah dan cemburu yang tidak beralasan di benci oleh Allah.
· Midza merupakan
kemunafikan.
· Shaqur (seorang yang
memasukkan laki-laki ke dalam [rumah, tempat tinggal] istrinya [membiarkan
istri dan wanita yang ada dalam lindungannya bergaul bebas dengan laki-laki
lain]. Mestinya seorang muslim sejati akan melindungi anak dan istrinya dari
pergaulan bebas, berbicara dan bersepi-sepian [khalwat] dengan para laki-laki).
ª Hukum
berkhalwat
Berkumpulnya
laki-laki dengan wanita lain (Ajnabiyat) pasti akan membawa dampak negatif
berupa pergaulan bebas. Mata melihat, syahwat mulai menggeliat, tangan mata
telinga dan hidung terikat nafsu untuk ikut mencari tempat, setan terus menerus
menciptakan bayangan-bayangan indah kemaksiatan dalam hati serta memberikan
dorongan kepada laki-laki dan perempuan agar terjerumus dalam lembah perzinaan.
· Akibat pergaulan bebas
antara laki-laki dan perempuan (Ikhtilath).
MALU.
¨ Pengertian Rasa Malu
Rasa malu dapat
didefinisikan sebagai berikut :
1.
Keengganan hati melakukan suatu hal karena
khawatir akan mendapat celaan.
2.
Satu perubahan yang muncul dalam hati ketika
ada perasaan takut dihina dan dicela.
3.
Sebuah perangai yang mendorong pemiliknya
meninggalkan keburukan dan melakukan kebaikan.
Dari tiga pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa barangsiapa yang khawatir dicap jelek oleh
khalayak berarti dia orang yang punya malu.
Rasa malu bisa muncul
karena Faktor Kejiwaan (Nafsani) dan
Faktor Keimanan (Imani). Rasa malu karena faktor kejiwaan diciptakan Allah
menjadi penghuni tetap setiap manusia, seperti seorang malu membuka aurat atau
malu bila ada orang melihatnya bersebadan. Rasa malu yang dipicu oleh keimanan
muncul ketika seorang hamba tidak mau bermaksiat karena takut kepada Allah. Rasa
malu ada kalanya karena manusia dan ada pula karena Allah. Rasa malu karena
manusia tidak mendapat pahala, rasa malu karena Allah mendapat pahala dan hal
ini harus diusahakan secara maksimal karena celaan dan pujian Allah atas
segalanya. Pujian sejati adalah pujian yang didapat dari Allah. Dan celaan
sejati adalah celaan yang datang dari Allah. Semakin kita merasa Allah selalu
mengawasi maka rasa malu akan terasa lebih hangat menyelimuti. Allah berfirman,
“Apakah dia tidak tahu
bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-‘Alaq : 14)
ª Malu Sebagian Dari Iman
“Malu adalah sebagian dari
iman, maka tidak ada iman bagi mereka yang tak punya malu.” (At-Targhib Wat
Tarhib : 3/400)
Ketika rasa malu menempati
kedudukan penting dalam pandangan syara’ maka Rasulullah saw. secara khusus
menyebutnya diantara cabang-cabang iman yang lain setelah beliau menjelaskan
cabang iman yang tertinggi dan yang paling rendah. Dari Abu Hurairah Rasulullah
saw. bersabda,
“Iman memiliki lebih dari
tujuh puluh tujuh cabang atau lebih dari enam puluh cabang. Yang paling utama
adalah ucapan Laa ilaaha illallah dan yang paling rendah ialah menyingkirkan
hal yang mengganggu di jalan. Dan malu termasuk salah satu cabang iman.”
(HR.Muslim : 1/11)
Barangsiapa dikaruniai rasa
malu maka sungguh dia telah mendapat anugerah yang besar. Ini disebabkan rasa
malu merupakan sebagian dari iman atau agama bahkan mayoritas kebaikan.
Rasa
malu semuanya baik adalah baik dan merupakan bagian agama secara keseluruhan,
rasa malu hanya akan membawa pada kebaikan karena rasa malu adalah satu watak
yang mendorong pemiliknya untuk meninggalkan keburukan serta keteledoran akan hak orang lain.
“Malu
itu semuanya baik” (HR.Bukhari-Muslim : 1/64)
“Malu
tidak mendorong kecuali kepada kebaikan” (HR.Bukhari-Muslim : 1/64)
ª Ciri Khas Islam
Malu menjadi ciri khas
islam, karena itu siapa saja yang mempunyai rasa malu maka Allah akan mencintainya.
Dari Rukanah Rasulullah saw. Bersabda,
“Setiap agama mempuyai ciri
khas, dan ciri khas islam adalah malu” (HR.Baihaqi)
Dalam hadist lain Nabi saw.
bersabda,
“Allah Zat yang pemalu dan
senang dengan rasa malu, Allah juga Zat yang sangat menutupi dan senang akan
ketertutupan (kesalahan dan aurat atau aib muslim), maka bila salah seorang
dari kalian mandi hendaklah menutup auratnya”. (HR.Abdurrazzaq : Jamiul
Ahaadist/2 : 573)
Abu Nuaim dalam kitab Al
Hilyah dan Ibnun Najjar meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Sesungguhnya Allah azza wa
jalla Pemalu lagi Pemurah. Dia malu ketika ada hamba-Nya yang mengadahkan kedua
tangan kepada-Nya kemudian membiarkan kedua tangan itu kembali dengan hampa
tanpa ada sesuatu di dalam (genggaman)nya” (Jamiul Ahaadits : 2/573)
ª Ciri Khas Para Nabi dan Rasul
Semua Nabi dan Rasul juga
mempunyai watak pemalu serta menjadikan rasa malu sebagai syariat untuk umat
mereka dan tak pernah ditemui dalam setiap sejarah kenabian kecuali
mencantumkan rasa malu sebagai syariat yang harus dikerjakan. Rasulullah saw.
bersabda
“Lima hal yang menjadi
sunnah para rasul : malu, bijak, canduk, siwak, dan memakai wewangian.”
(HR.Bukhari-Baihaqi)
Bila
malu telah menjadi sunnah para utusan berarti seorang manusia pemalu telah
mengikuti jejak para utusan serta dia mendapat satu anugerah yang tak dimiliki
oleh orang lain. Para ulama mengatakan ada sepuluh perkara yang masuk kategori
akhlak mulia : Jujur dalam berbicara, setia dan perhatian kepada manusia,
menyampaikan amanat, menyambung kerabat, melindungi tetangga, melindungi teman,
membalas budi baik orang lain, menyuguh (menghormati tamu), memberi kepada yang
meminta, dan menjadikan rasa malu sebagai dasar dari semuanya.
Sepuluh
hal di atas sesuai dengan satu hadist riwayat Imam Al-Baihaqi dari Aisyah r.a,
“Sepuluh
hal yang kadang dimiliki oleh seorang ayah tapi tak dimiliki anaknya dan
terkadang dimiliki oleh anak tapi sang ayah tak memilikinya atau terkadang
dimiliki oleh seorang budak tapi sang tuan tak memilikinya, semua dibagi dan
diberikan oleh Allah kepada hamba yang Dia
kehendaki meraih kebahagiaan. Yaitu jujur dalam ucapan, setia dan
perhatian kepada manusia, menyampaikan amanat, menyambung kerabat, melindungi
tetangga, melindungi teman, membalas budi baik orang lain, memberi kepada yang
meminta, menyuguh (menghormat) tamu dan menjadikan rasa malu sebagai dasar dari
semuanya.” (Syuabul Iman : 6/138)
Bila
rasa malu menjadi pokok dari semua budi pekerti mulia maka bisa disimpulkan
bahwa rasa malu dimana pun berada pasti akan menjadi sebuah perhiasan indah
yang menambah keindahan sesuatu yang memang sudah indah, laksana rerumputan dan
bunga-bunga yang menghiasi tanah . Siapapun orang yang kehilangan sifat ini
pasti akan menuai celaan dan hinaan, orang yang tak punya malu bagaikan tanah
tandus kering yang tak pernah bisa menumbuhkan tanaman-tanaman indah lagi
menyenangkan.
“Dimanapun
keburukan kata berada pasti merusaknya (mengotori) dan dimanapun malu berada
pasti menciptakan keindahan.” (HR.Ibnu Majaah-Tirmidzi Targhib wat Tarhib :
3/399)
ª Tanda Rasa Malu
Imam
al-Hulaimi berkata bahwa hakikat rasa malu bisa jadi disebabkan rasa khawatir
yang diwujudkan lewat penjagaan diri agar jangan sampai dicela, jadi seorang
pemalu akan meninggalkan suatu hal yang mungkin karenanya ia akan dicela,
bahkan terkadang ia harus meninggalkan suatu hal yang layak dikerjakan sebagai
antisipasi agar jangan sampai orang bodoh mempunyai penilaian jelek
terhadapnya.
Akhirnya
dia tak pernah akan berkata sebelum menimbang apakah kata-kata itu layak untuk
diucapkan. Bila terdengar sesuatu hal yang membuatnya malu maka rasa malu itu
akan terlihat diwajahnya, Abu Said al-Khudri berkata,
“Rasulullah
saw. lebih pemalu daripada seorang gadis perawan yang ada dalam pingitan, bila
beliau saw. tidak menyukai akan sesuatu maka hal itu akan tampak dalam ekspresi
wajah beliau.” (HR.Muslim : 4/1809)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar