Jumat, 08 Februari 2013

Cemburu, Malu, dan Sayang karena Allah


CEMBURU.
¨ Pengertian Cemburu
Cemburu menurut Qadhi Iyadh adalah perubahan hati yang diikuti munculnya kemarahan karena ada campur tangan dalam satu hal yang menjadikan hak mutlak.
ª Kecemburuan Allah (Ghiratullah)
Akhirnya bila terdengar oleh kita bahwa Allah cemburu, maka ada dua pilihan bagi kita : Diam tidak berkomentar dengan meyakini bahwa Allah Maha Suci dari segala sifat yang buruk (Shifatul Haditsat), atau Ucapkan bahwa yang dimaksudkan dengan cemburunya Allah adalah melarang dan melindungi yang menjadi akibat dari cemburu. Artinya mencegah dari keburukan dan mengharamkan serta melarang kejelekan.
“Tak ada sesuatu yang lebih cemburu dari pada Allah” (HR.Muslim)
“Mukmin sejati adalah mereka yang cemburu, sedang Allah lebih besar kecemburuan-Nya” (HR.Muslim)
ª Pembagian Cemburu Yang Dimiliki Makhluk
Cemburu sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW terbagi menjadi 2, yaitu Cemburu yang terpuji (Ghairah Mahmudah) dan Cemburu yang tercela (Ghairah Madzmumah). Ada juga cemburu yang timbul dari naluri. Adapun cemburu yang terpuji adalah cemburu yang beralasan (Fi Riibah), sedang cemburu yang tercela adalah cemburu tanpa alasan (Fi Ghairi Riibah). Cemburu yang beralasan di cintai oleh Allah dan cemburu yang tidak beralasan di benci oleh Allah.
· Midza merupakan kemunafikan.
· Shaqur (seorang yang memasukkan laki-laki ke dalam [rumah, tempat tinggal] istrinya [membiarkan istri dan wanita yang ada dalam lindungannya bergaul bebas dengan laki-laki lain]. Mestinya seorang muslim sejati akan melindungi anak dan istrinya dari pergaulan bebas, berbicara dan bersepi-sepian [khalwat] dengan para laki-laki).
ª Hukum berkhalwat
Berkumpulnya laki-laki dengan wanita lain (Ajnabiyat) pasti akan membawa dampak negatif berupa pergaulan bebas. Mata melihat, syahwat mulai menggeliat, tangan mata telinga dan hidung terikat nafsu untuk ikut mencari tempat, setan terus menerus menciptakan bayangan-bayangan indah kemaksiatan dalam hati serta memberikan dorongan kepada laki-laki dan perempuan agar terjerumus dalam lembah perzinaan.
· Akibat pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan (Ikhtilath).


MALU.
¨ Pengertian Rasa Malu
Rasa malu dapat didefinisikan sebagai berikut :
1.      Keengganan hati melakukan suatu hal karena khawatir akan mendapat celaan.
2.      Satu perubahan yang muncul dalam hati ketika ada perasaan takut dihina dan dicela.
3.      Sebuah perangai yang mendorong pemiliknya meninggalkan keburukan dan melakukan kebaikan.
Dari tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa barangsiapa yang khawatir dicap jelek oleh khalayak berarti dia orang yang punya malu.
Rasa malu bisa muncul karena  Faktor Kejiwaan (Nafsani) dan Faktor Keimanan (Imani). Rasa malu karena faktor kejiwaan diciptakan Allah menjadi penghuni tetap setiap manusia, seperti seorang malu membuka aurat atau malu bila ada orang melihatnya bersebadan. Rasa malu yang dipicu oleh keimanan muncul ketika seorang hamba tidak mau bermaksiat karena takut kepada Allah. Rasa malu ada kalanya karena manusia dan ada pula karena Allah. Rasa malu karena manusia tidak mendapat pahala, rasa malu karena Allah mendapat pahala dan hal ini harus diusahakan secara maksimal karena celaan dan pujian Allah atas segalanya. Pujian sejati adalah pujian yang didapat dari Allah. Dan celaan sejati adalah celaan yang datang dari Allah. Semakin kita merasa Allah selalu mengawasi maka rasa malu akan terasa lebih hangat menyelimuti. Allah berfirman,
“Apakah dia tidak tahu bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-‘Alaq : 14)
ª Malu Sebagian Dari Iman
“Malu adalah sebagian dari iman, maka tidak ada iman bagi mereka yang tak punya malu.” (At-Targhib Wat Tarhib : 3/400)
Ketika rasa malu menempati kedudukan penting dalam pandangan syara’ maka Rasulullah saw. secara khusus menyebutnya diantara cabang-cabang iman yang lain setelah beliau menjelaskan cabang iman yang tertinggi dan yang paling rendah. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw. bersabda,
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh tujuh cabang atau lebih dari enam puluh cabang. Yang paling utama adalah ucapan Laa ilaaha illallah dan yang paling rendah ialah menyingkirkan hal yang mengganggu di jalan. Dan malu termasuk salah satu cabang iman.” (HR.Muslim : 1/11)
Barangsiapa dikaruniai rasa malu maka sungguh dia telah mendapat anugerah yang besar. Ini disebabkan rasa malu merupakan sebagian dari iman atau agama bahkan mayoritas kebaikan.
Rasa malu semuanya baik adalah baik dan merupakan bagian agama secara keseluruhan, rasa malu hanya akan membawa pada kebaikan karena rasa malu adalah satu watak yang mendorong pemiliknya untuk meninggalkan keburukan serta  keteledoran akan hak orang lain.
“Malu itu semuanya baik” (HR.Bukhari-Muslim : 1/64)
“Malu tidak mendorong kecuali kepada kebaikan” (HR.Bukhari-Muslim : 1/64)
ª Ciri Khas Islam
Malu menjadi ciri khas islam, karena itu siapa saja yang mempunyai rasa malu maka Allah akan mencintainya. Dari Rukanah Rasulullah saw. Bersabda,
“Setiap agama mempuyai ciri khas, dan ciri khas islam adalah malu” (HR.Baihaqi)
Dalam hadist lain Nabi saw. bersabda,
“Allah Zat yang pemalu dan senang dengan rasa malu, Allah juga Zat yang sangat menutupi dan senang akan ketertutupan (kesalahan dan aurat atau aib muslim), maka bila salah seorang dari kalian mandi hendaklah menutup auratnya”. (HR.Abdurrazzaq : Jamiul Ahaadist/2 : 573)
Abu Nuaim dalam kitab Al Hilyah dan Ibnun Najjar meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Sesungguhnya Allah azza wa jalla Pemalu lagi Pemurah. Dia malu ketika ada hamba-Nya yang mengadahkan kedua tangan kepada-Nya kemudian membiarkan kedua tangan itu kembali dengan hampa tanpa ada sesuatu di dalam (genggaman)nya” (Jamiul Ahaadits : 2/573)
ª Ciri Khas Para Nabi dan Rasul
Semua Nabi dan Rasul juga mempunyai watak pemalu serta menjadikan rasa malu sebagai syariat untuk umat mereka dan tak pernah ditemui dalam setiap sejarah kenabian kecuali mencantumkan rasa malu sebagai syariat yang harus dikerjakan. Rasulullah saw. bersabda
“Lima hal yang menjadi sunnah para rasul : malu, bijak, canduk, siwak, dan memakai wewangian.” (HR.Bukhari-Baihaqi)
Bila malu telah menjadi sunnah para utusan berarti seorang manusia pemalu telah mengikuti jejak para utusan serta dia mendapat satu anugerah yang tak dimiliki oleh orang lain. Para ulama mengatakan ada sepuluh perkara yang masuk kategori akhlak mulia : Jujur dalam berbicara, setia dan perhatian kepada manusia, menyampaikan amanat, menyambung kerabat, melindungi tetangga, melindungi teman, membalas budi baik orang lain, menyuguh (menghormati tamu), memberi kepada yang meminta, dan menjadikan rasa malu sebagai dasar dari semuanya.
Sepuluh hal di atas sesuai dengan satu hadist riwayat Imam Al-Baihaqi dari Aisyah r.a,
“Sepuluh hal yang kadang dimiliki oleh seorang ayah tapi tak dimiliki anaknya dan terkadang dimiliki oleh anak tapi sang ayah tak memilikinya atau terkadang dimiliki oleh seorang budak tapi sang tuan tak memilikinya, semua dibagi dan diberikan oleh Allah kepada hamba yang Dia  kehendaki meraih kebahagiaan. Yaitu jujur dalam ucapan, setia dan perhatian kepada manusia, menyampaikan amanat, menyambung kerabat, melindungi tetangga, melindungi teman, membalas budi baik orang lain, memberi kepada yang meminta, menyuguh (menghormat) tamu dan menjadikan rasa malu sebagai dasar dari semuanya.” (Syuabul Iman : 6/138)
Bila rasa malu menjadi pokok dari semua budi pekerti mulia maka bisa disimpulkan bahwa rasa malu dimana pun berada pasti akan menjadi sebuah perhiasan indah yang menambah keindahan sesuatu yang memang sudah indah, laksana rerumputan dan bunga-bunga yang menghiasi tanah . Siapapun orang yang kehilangan sifat ini pasti akan menuai celaan dan hinaan, orang yang tak punya malu bagaikan tanah tandus kering yang tak pernah bisa menumbuhkan tanaman-tanaman indah lagi menyenangkan.
“Dimanapun keburukan kata berada pasti merusaknya (mengotori) dan dimanapun malu berada pasti menciptakan keindahan.” (HR.Ibnu Majaah-Tirmidzi Targhib wat Tarhib : 3/399)
 ª Tanda Rasa Malu
Imam al-Hulaimi berkata bahwa hakikat rasa malu bisa jadi disebabkan rasa khawatir yang diwujudkan lewat penjagaan diri agar jangan sampai dicela, jadi seorang pemalu akan meninggalkan suatu hal yang mungkin karenanya ia akan dicela, bahkan terkadang ia harus meninggalkan suatu hal yang layak dikerjakan sebagai antisipasi agar jangan sampai orang bodoh mempunyai penilaian jelek terhadapnya.
Akhirnya dia tak pernah akan berkata sebelum menimbang apakah kata-kata itu layak untuk diucapkan. Bila terdengar sesuatu hal yang membuatnya malu maka rasa malu itu akan terlihat diwajahnya, Abu Said al-Khudri berkata,
“Rasulullah saw. lebih pemalu daripada seorang gadis perawan yang ada dalam pingitan, bila beliau saw. tidak menyukai akan sesuatu maka hal itu akan tampak dalam ekspresi wajah beliau.” (HR.Muslim : 4/1809)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PESAN ISTIQOMAH

Apakah TUHAN Benar-benar Ada? (3 Pertanyaan, 1 Jawaban) Ada seorang pemuda yang lama sekolah di luar negeri, ia telah kembali ke tana...