oleh Santi Parwati
“Jadi itu nomor satu harus memilih yang memenuhi
syarat. Kedua, kalau dalam calon-calon itu ada yang memenuhi syarat, maka umat
Islam wajib memilih dan haram hukumnya golput. Haram hukumnya tidak memilih,
kalau memang diantara calon-calon itu memenuhi syarat.” Kata Salim Umar (Ketua
Komisi Fatwa MUI Jawa Barat, pada saat Ijtima Ulama di kota Padang Panjang,
Sumatera Barat, tahun 2009 lalu).
Pada hari Rabu, tanggal 09 April kemarin seluruh
rakyat Indonesia melakukan Pesta Demokrasi, memilih para calon-calon pejabat
yang kelak akan menduduki Kursi Legislatif pada lima tahun ke depan. Pada saat
pencoblosan, kita di hidangkan dengan empat jenis kertas suara yang akan
menentukan nasib bangsa ini ke depannya, menyumbangkan satu suara kita pada
setiap kertasnya. Ada Kertas suara yang bertuliskan DPR dengan warna kuning,
DPRD Provinsi dengan warna biru, DPD dengan warna merah, dan DPRD Kota dengan
warna hijau. Dan sebelum H-3 Pemilu, para kader-kader politik pun mulai
bergerak sebarkan jargon dan visi misi untuk memikat hati para pemilih dengan
caranya yang mulai dari kampanye sana sini, pasang wajah di setiap jalan sampai
money politic pun jadi cara yang paling jitu, malahan pada saat hari
tenang saja menjelang Pemilu masih banyak isu-isu adanya Serangan Fajar atau
biasa juga disebut dengan politik uang pada saat malam sampai pagi menjelang
pemilu diselenggarakan.
Hal
yang sangat signifikan, sangat dirasakan oleh para Mahasiswa-mahasiswi yang
mencari ilmu di perantauan, mungkin karena terlalu jauh jarak rumah untuk
pulang ke kampungnya sehingga mereka memilih untuk tetap tinggal diperantauan
saja pada saat Pemilu digelar serentak di Seluruh Wilayah Indonesia. Anehnya,
para Penerus Bangsa ini yang memilih tetap tinggal masih banyak yang belum bisa
menggunakan hak pilihnya, pada saat Pemilu alias Golput (Golongan Putih). Kabar
yang mungkin agak mengherankan, padahal dalam perhitungan suara pemilu, satu
suara saja sangat berarti karena bisa mempengaruhi kemenangan politik. Apalagi
kita sebagai pemilih pemula yang terdiri dari mahasiswa dan siswa SMA yang
berusia 17-21 tahun, Pemilu kali ini merupakan pengalaman yang pertama kalinya.
Jumlah total pemilih yang terdaftar untuk Pemilu Tahun 2014 adalah sejumlah
186.612.256 orang Penduduk Indonesia, dari jumlah tersebut 20-30% nya adalah pemiih pemula.
Kebanyakan
dari mereka yang berstatus mahasiswa ini mengaku tidak memiliki cukup informasi
tentang pelaksaan Pemilu, seperti informasi pengurusan surat-surat yang
dibutuhkan untuk memilih, hal tersebut juga membuat mereka terpaksa kehilangan
hak suara mereka. Ada juga beberapa mahasiswa yang berpendapat, “lebih baik
golput aja karena tidak mengenal calon-calonnya” ujarnya. Walaupun mereka
nantinya nyoblos, mereka tidak memiliki referensi yang akurat tentang
calon-calon yang layak untuk dipilih. Kurangnya sosialisasi tentang para caleg
juga membuat para mahasiswa was-was untuk memilih siapa caleg yang pantas,
layak dan dapat dipercaya. Akhirnya, banyak para mahasiswa yang Golput dan
dengan berat hati mereka pun harus menerima siapa saja yang akan menjadi
pemimpinnya nanti, walaupun pemimpinnya bukan dari jargon ataupun partai yang
sealiran.
Kelebihan
dari karakteristik pemilih pemula juga dapat di lihat dari pemikirannya yang
cenderung kritis, mandiri, independen, dan tidak puas dengan kemapaman serta
pro perubahan, hal tersebut sangat berbeda dengan cara berfikir orang-orang tua
pada umumnya. Tapi, kekurangannya adalah pemilih pemula belum banyak
memiliki pengalaman memilih dalam
pemilu.
Lalu,
siapa yang patut disalahkan ?? KPU yang kurang melakukan sosialisasi,
pemerintah setempat (RT/Desa), atau sikap mahasiswa yang pasif ??
Golput
ataupun memilih yang hanya asal-asalan (asal nyoblos) yang disebabkan oleh
kurang sosialisasinya mahasiswa yang pasif akan informasi tentang calegnya dan
kurangnya keikut sertaan KPU dalam memperhatikan pemilih pemula yang ada
diperantauan. Seharusnya entah dari si pemilih ataupun orang-orang KPU harus
sama-sama berperan dalam kelancaran Pemilu Legislatif sendiri yang hanya
diselenggarakan lima tahun sekali ini. Setidaknya, KPU telah memperhitungkan
para pemilih yang ada di perantauan, memudahkan pengurusan pemindahan data
pemilih, dan juga partisipasi aktif dari mahasiswa untuk mencari tahu siapa
caleg yang layak dipilih, serta bagi pemilih pemula yang juga termasuk
mahasiswa harus melapor pada petugas TPS
melalui RT atau RW di tempat tinggal si pemilih.
Sedangkan
di bulan juli mendatang, lagi lagi Indonesia akan menyelenggarakan Pesta
Demokrasi yaitu Pemilihan Capres (Calon Presiden) dan Cawapres (Calon Wakil
Presiden), semoga para pemilih pemula terutama para mahasiswa ataupun para
mahasiswi bisa menggunakan hak suaranya dan tidak ada yang Golput lagi, karena
suara kalian sangat menentukan Masa Depan Bangsa ini. So, say not to GOLPUT !!
and choice a leader reasonable to lead J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar